Minggu, 21 November 2010

Bab 9 pengarahan dan pengembangan organisasi

MOTIVASI Kemampuan manajer untuk memotivasi, mempengaruhi,mengarahkan, dan berkomunikasi dengan para bawahannya akan menentujkan efektifitas manajer. Baba ini berkenaan dengan cara bagaimana manajer dapat memotivasi para bawahannya agar pelaksanaan kegiatan dan kepuasan kerja mereka meningkat. Bagian Pengarahan dan Pengembangan organisasi dimulai dengan bab Motivasi, karena para manajer tidak dapat mengarahkan kecuali bawahan di motivasi untjuk bersedia mengikutinya. Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku manusia. Motivasi ini merupakan subyek yang penting bagi manajer, karena menurut definisi manajer harus bekerja dengan dan harus melalui orang lain. Manajer memahami orang-orang berprilaku tertentu agar dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Motivasi adalah juga subyek membingungkan, karena motif tidak dapat di amati atau di ukur secara langsung, tetapi harus disimpulkan dari perilaku orang yang tampak. Berbagai Pandangan Tentang Motivasi Dalam Organisasi Perkembangan teori manajemen juga mencakup model-model atau teori-teori motivasi yang berbeda-beda. Berikut ini akan dibahas model-model motivasi dengan urutan atas dasar kemunculannya, yaitu: 1.Model Tradisional Model Tradisional dari moticvasi berhubungan dengan Frederick Taylor dan aliran manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer menentukan bagaimana pekerjaan-pekerjaan harus di lakukan dan digunakannya system pengupahan insetif untuk memotivasi para pekerja lebih banyak berproduksi, lebih banyak menerioma penghasilan. Pandangan tradisional menganggap bahwa para pekerja pada dasarnya malas, dan hanya dapat di motivasi dengan penghargaan berwujud uang. Dalam banyak situasi pendekatan seperti ini cukup efektif . Modal Hubungan Manusiawi Banyak praktek manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak memadai. Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnnya menemukan bahwa kontak-kontak social karyawan pada pekerjaanya adalah juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan adalah factor-faktor pengurang motivasi. Maya dan lain-lainnya juga percaya bahwa manajer dapat memotivasi bawahan melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan social mereka merasa berguna dan penting. Model Sumber Daya Manusia Kemudian para teritisi seperti McGregor dan Maslow, dan para peneliti seperti Argyris dan Likert, melontarkan kritik kepada model hubungan manusiawi, dan mengemukakan pendekatan yang lebih “sophiscated” unutk memanfaatkan para karyawan. Model ini menyatakan bahwa para karyawan di motivasi oleh banyak faktor-faktor tidadk hanya uang atau keinginan untuk mencapai kepuasaan, tetapi juga berkebutuhan unutk berprestasi dan memeperoleh pekerjaan berarti. Mereka beralasan bahwa kebanyakan orang telah di motivasi untuk melakukan suatu pekerjaan secara baik dan mereka tidak secara otomatis melihat pekerjaan sebagai sesuatu yang tidak dapat menyenangkan. Mereka mengemukakan bahwa para karyawean lebih menyuksi pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik. Jadi, para karyawan dapat di beri tanggung jawab yang lebih besar unutki pembuatan keputusan-keputusan dan pelaksanaan tugas-tugas. Teori-Teori Motivasi Teori motivasi dapat di klasifikasikan menjadi tiga kelompk-kelompok petunjuk, isi dan proses. Teori-teori petunjuk (prescriptive theories) mengemukakan bagaimana memotivasi para karyawan. Teori-teori ini di daasrkan atas pengalama coba-coba. Faktor-faktor yang dapat dipakai untuk memotivasi telah bnanyak dibahas di bagian-bagian sebelumnya. Teori-teori isi (content theories), kadang-kadang di sebut teori-teori kebutuhan ( needsd theories), adalah berkenaan dengan pertanyaan apa penyebab-penyebab perilaku atau memusatkan pada pertanyaan “apa” dari motivasi. Teori-teori proses (process thories) berkenaan dengan bagaimana perilaku di mulai dan dilaksanakan menjelaskan aspek-aspek “bagaimana” dari motivasi. Hierarki Kebutuhan dari Maslow Maslow mendsarkan konsep hierarki kebutuhan pada dua prinsip: 1.Kebutuhan manusia-manusia dapat di susun dalam suatu hierarki dari kebutuhan terndah sampai yang tertinggi. 2.Suatu kebutuhan yang telah terpuaskan telah berhenti menjadi motivator utama dari perilaku. Menurut Maslow, manusia akan di dorong untuk memenuhi kebuhan yang paling kuat sesuai waktu, keadaan, pengalaman yang bersangkutan mengkuti suatu hierarki. Dalam tingkatan ini, kebutuhan pertama yang harus di penuhi terlebih dahulu adalah kebutuhan fisiologis, seperti balas jasa, istirahat dan sebagainya. Setelah kebutuhan pertama di puaskan, kebutuhan yang lebih tinggi berikutnya akan menjadi kebutuhan utama, yaitu kebutuhan, yaitu kebutuhan akan ras keamanan dan rasa aman.Kebutuhan ketiga akan muncul setelah kebutuhan kedua terpuaskan. Proses ini berjalan terus sampai terpenuhinya kebutuhan aktualisi diri, di mana manajemen dapat memberikan insetif untuk memotivasi hubungan kerja sama, kewibaan pribadi serta rasa tangung jawab untuk mencapai hasil prestasi yang tinggi dari karyawan. Teori Motivasi- Pemeliharaan dari Hernberbg Pada umumnya, para karyawan baru cenderung memusatkan perhatiannya pada pemuasan tingkat kebutuhan lebih rendah dalam pekerjaan pertama mereka, terutama keamanan. Tetapi, setelah hal itu terpuaskan mereka akan berusaha untuk memenuhi tingkatan-tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi, seperti kebutuhan inisiatif, kreatifitas dan tanggungjawab. Berdasarkan penelitiannya, yang dilakukan dengan wawancara terhadap lebih dari dua ratus insnyiur dan akuntan, Herzberg dan kawan-kawannya telah menemukan dua kelompok factor-fakror yang mempengaruhi kerja seseorang dalam organisasi. Faktor-faktor penyebab kepuasan kerja (job satisfaction) mempunyai pengaruh pendorong bagi prestasi dan semangat kerja, dan factor-faktor penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfaction) mempunyai pengaruh yang negatif. Jadi menurut penemuannya para peneliti membedakan antara yang mereka sebut “motivators” atau “pemuas’ (satyisfiers) dan yang mereka sebut factor-faktor pemeliharaan. Motivator mempunyai pengaruh meningkatkan prestasi dan kepuasan kerja. Teori motivasi pemeliharaan atau teori motivasi higienis atau teori dua factor, sebenarnya pararel dengan teori hierarki kebutuhannya maslow. Motivator-motivator berhubungan dengan kebutuhan aktualisasi diri dengan penghargaan dan faktor-faktor pemeliharaan berhubunganb dengan kebutuhan-kebutuhan lebih rendah, terutama kebutuhan keamanan/ rasa aman. Jadi secara ringkas, penemuan penting dari penelitian Herzberg dan kawan-kawannya adalah bahwa manajer perlu memahami faktor-fator apa yang dapat di gunakan untuk memotivasi para karyawan. Teori-Teori Proses Teori-teori sebelumnya memusatkan diri pada kebutuhan-kebutuhan yang mendorong atau memacu perilaku dan insentif-insentif yang menarik atau menyebabkan perilaku. Sedangkan teori-teori proses berkenaan dengan bagaimana perilaku timbul dan di jalankan. Teori-teori proses yang akan di bahas 1) teori pengharapan, 2) pembentukan perilaku, 3) teori porter- lawyer, dan 4) teori keadilan. Teori pengharapan menyatakan bahwa perilaku kerja karyawan dapat di jelaskan dengan kenyataan: para karyawan menentukan terlebih dashulu apa perilaku mereka yang dapat di jalankan dan nilai yang di perkirakan sebagai hasil-hasil alternative dan perilakunya. Sebagai contoh, bila seseorang karyawanb mengharapkan bahwa menyelesaikan pekerjaan pada waktunya akan memeperoleh penghargaan, makia dia akan di motivasi unutk memenuhi sasaran tersebut. Pembentukan Perilaku Jadi, perilaku (tanggapan) individu terhadap sutau situasi atau kejadian (stimulus) adalah penyebaba konsekuensi tertentu. Bila konsekuensi itu positif, individu akan memeberikan tanggapan yang sama terhadadp situasi yang sama, tetapi bila konsekuensi tidak menyenangkan individu akan cenderung merubah perilakunya untuk menghindarkan dari konsekensi tersebut. W. Clay Hammer, telah mengidentifikasikan 6 (enam) pedoman penggunaan tehnik-tehnik pembentukan perilaku, atau di sebut teori belajar (learning theory), yaitu: 1.Jangan memberikan penghargaan yang sama kepada semua orang. 2.Perhatikan bahwa kegagalan unutk memberi tanggapan dapat juga mengubah perilaku. 3.Beritahu karyawan tentang apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan penghargaan. 4.Beritahu karyawan tentang apa yang dilakukan secara salah. 5.Jangan memberi hukuman di depan karyawan lain. 6.Bertinadkalah adil. Teori Keadilan Teori lain tentang motivasi sebagai hasil dari berbagai penelitian adalah teori keadilan dan ketidakadilan. Teori ini mengemukakan bahwa orang akan selalu cenderung membandingkan antara: 1)masukan-masukan yang mereka berikan pada pekerjaanya dalam bentuk pendidikan, pengalaman, latihan dan usaha-usaha dan 2) hasil-hasil (penghargaan) yang mereka terima, seperti juga mereka membandingkan baas jas yang di terima karyawan lain dengan yang di terima dirinya untuk pekerjaan yang sama. Keyakinan, ataas dasar pembandingan, tentang adanya ketidaksamaan, dalam bentuk pembayaran atau lebih, akan memepunyai pengaruh pada perilaku dalam pelaksanaan kegiatan. Faktor kunci bagi manajer adalah mengetahui apakah ketidakadilan secara nyata ada. Ketidakadilan ini akan di tanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang berbeda, missal dengan menurunkan prestasi, mogok , minta berhenti dan sebagainya. KOMUNIKASI Istilah manajemen komunikasi adalah relative baru. Komunikasi itu sendiri bukan merupakan bagian penting dri pendeharaaan kata manajemen samapai akhir tahun 1940-an dan permulaan 1950-an. Tetapi, sejalan dengan organisasi menjadi semakin “sadar manusia” dalam pendekatan hubungan manusiawi dan sejalan dengan para ahli perilaku, mulai menerapkan penelitiannya pada oragnisasi, komunikasi menjadi bagian penting yang di perhatikan manajemen. Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perindahan pengertian tersebut melibatkan lebih dari sekedar kata2 yang di gunakan dalam percakapan, tetapi juga ekpresi wajah, intonasi, titk putus vocal dan sebagainya. Dan perpindahan yang efektif memerlukan tiddak hanya transmisi data, tetapi bahwa seseorang mengirimkan berita dan menerimanya sangat tergantung kepada keterampilan-keterampilan tertentu. Komunikasi ini sebagai suatu proses dengan mana orang-orang bermaksud memberiakn pengertian-pengertian melalui pengiringan berita secara simbolis, dapat menghubungkan para anggota berbagai satuan organisasi yang berbeda dan bidang yang berbeda pula, sehingga sering di sebut rantai pertukaran informasi. Peningkatan Efektivitas Komunikasi Berbagai penyebaba timbulnya masalah-masalah komunikasi dan betapa sulitnya mencapai komunikasi efektif telah di bahas di atas. Sekarang akan di bicarakan berbagai dengan mana cara paa manajer daapt meningkatakn efektivitas komunikasi. Kesadaran Akan Kebutuhan Komunikasi Efektif Karena berbagai hambatan organisional dan antar pribadi, komunikasi efektif tidak dapat di biarkan begitu saja. Manajer harus memainkan peranan penting da;am proses komunikasi, di mana dengan hanya cara itu kemudian dapat di ambil langkah-langkah unutk meningkatkan efektivitas komunikasi. Pentingnya komunikasi menyebabkan banyak perusahaan besar menggunakan para “ahli komunikasi”. Para spesialis komunikasi ini membantu perbaikan komunikasi dengan bantuannya kepada para penyelia memecahkan-memecahkan masalah komunikasi internal; penentuan strategi komunikasi perusahaan sehubungan dengan “layoffs” penutupan pabrik atau relokasi dan terminasi. Penggunaan Umpan –Balik Peralatan penting pengembanga komunikasi lainnya adalah pengunaan umpan balik berita-berita yang di kirim. Komunikasi dua arah ini memungkinkan prose komunikasi berjalan lebih efektif. Para manajer dapat melakukan paling sedikit dua hal untuk mendorong umpan balik dan menggunakannya secara efektif. Manajer dapat menciptakan lingkungan yang mendorong umpan balik melalui kegiatan mereka sendiri. Cara manajer berkomunikasi dengan para bawhannya dapat menetukan jumlah umpan balik yang akan mereka terima. Di samping itu, tipe komunikasi yang di gunakan dan lingkungan komunikasi penting dalam penentuan komunikasi. Menjadi Komunikasi Yang Lebih Efektif Tehnik-tehnik komunikasi yang jelek menggangu banyak manajer, seperti halnya mengangu hubungan mereka dengan para bawahannya di luar pekerjaan. Oleh karena itu, latihan-latihan dalam penulisan dan penyampaian beritac secara lisan perlu di lakukan unutk meningkatkan pemahaman akan simbol-simbol, penggunaan bahasa, pengutaran yang tepat dan kepekaan terhadap latar belakang penerima berita. Salah satu peraltan yang di gunakan secara efektif oleh para ahli psikolog, pembimbing dan orang-orang yang profesinya memerlukan pemahaman yang mendalam tentang klien mereka, yaitu active listening, dapat di pergunakan untuk mengembangkan dimensi baru keterampilan manajemen kepada para manajer. Prinsip dasar peralatan ini adalah penggunaan reflective statements (pernyataan balik) oleh pendengar. Pedoman Komunikasi yang Baik American Management Association (AMA) telah menyusun sejumlah prinsip-prinsip komunikasi yang di sebut “the ten Commandementsb of Good Comunication” (sepuluh pedoman komunikasi yang baik). Pedoman-pedoman ini di susun untuk meningkatkan komunikasi organisasi, yang secara ringkas adalah sebagai berikut: 1.Cari kejelasan-kejedlaasn gagasan terlebih dahulu sebelum di komunikasikan. 2.Teliti tujuan sebenarnya setiap komunikasi. 3.Pertimbangkan keadaan phisik dan manusia secra keseluruhan. 4.Konsultasikan dengan-dengan pihak-pihak lain, dalam perencaan komunikasi . 5.Perhatikan tekanan nada dan ekspresi lainnya sesuai isi dasar berita selam berkomunikasi. 6.Ambil kesempatan, bila timbul untuk mendapatan segaa sesuatu yang memebantu atau umpan balik 7.Ikuti lebih lanjut komunikasi yang telah di lakukan. 8.Perhatikan konsistensi komunikasi. 9.Tindakan atau perbuatan harus mendorong komunikasi. 10.Jadilah pendengar yang baik, berkomunikasi tidak hannya untuk dimengerti atau untuk mengerti. Prinsip-prinsip komunikasi AMA ini memberikan kepada para manajer pedoma untuk menigkatkan efektifitas komunikasi. Kepemimpinan Seperti manajemen, kepemimpinan (leadership) telah di definisikan dengan berbgai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula. Menurut Stoner kepemimipan manjerial dapat di definisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain- bawahan atau pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota kelompok memebantu menmentukan stautus/ kedududkan pemimpin dan memebuat proses kepemimpinan dapat berjalan. Tanapa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akakn menjadi relevan. Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin memepunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para sanggiota kelompok, tetapi para naggota kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan-kegiatan para pemim[in secara langsung, meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara tidak langsung. Ketiga, selain dapat memberikan pengarahan kepad para bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh. Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan tetapi juga dpat mempengaruhi bagaiman bawahan melaksanakan perintahnya. Sebagai contoh, seorang manajer dapat mengarahkan seorang bawahan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, tetapi dia dapat juga mempengaruhi bawahan dalam menentukan cara bagaimana tugas itu di laksanakan dengan tepat. Kepemimpinan adalah bagian penting dalam manajemen, tetapi tidak sama dengan manajemen. Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseotrang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja untuk mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan, tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lain seperti perencanaan, pengorgnisasian, dan pengawasan. Pendekatan-Pendekatan Studi Kepemimpinan Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat di klasifikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku, dan situasional dalam studi tentang kepemimipan. Pendekatan pertama memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak. Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku (behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimipinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seseorang yang memiliki sifat-sifat tertentu akan muncul sebagai pemimpin dlam situasi kelompok apapun di mana dia berada. Pemikiran dan penelitian sekarang mendasarkan kepada pendekatan ketiga, yaitu pandangan situasional tentang kepemimpinan. Pandangan ini mengangap bahwa kondisi yang menetukan efektifitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi. Pendekatan-Pendekatan Sifat-Sifat kepemimpinan Para teoritisi kesifatan adalah kelompok pertam yang bermaksud menjelaskan tentang aspek kepemimpinan. Mereka percaya bahwa para pemimipin memiliki cirri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang menyebabkan mereka dapat memimpin para pengikutnya. Daftar sifat-sifat ini dapat menjadi sangat panjang, tetapi cenderung mencakup energi, pandangan, pengetahuan, dan kecerdasan. Penelitian AwaL Tentang Sifat-Sifat Kepemimpinan Usaha sistematik pertam yang di lakukan oleh para psikolog dan para peneliti laiinya unutk memahami kepemimpinan adalah mengidentifikasikan sifat-sifat pemimpin. Sebagian besar penelitian penelitian awak tentang kepemimipaina ini bermaksud untuk 1) membadingkan sifat-sifat orang yang menjadi pemimpin dengan sifat-sifat yang menjadi pengikut (tidak menjadi pemimpin), dan 2) mengidentifikasikan ciri-ciri dan sifat-sifat yang di miliki oleh para pemimpin efektif. Berbagai studi pembandingan sifat-sifat pemimpin dan bukan pemimpin sering menemukan bahwa pemimpin cenderung lebih tinggi, mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi, lebih ramah dan lebih percaya diri daripada yang lain dan memepunyai kebutuhan akan kekuasasn yang lebih besar. Penemuan Lanjutan Seorang peneliti Edwin Ghiseli, dalam peneitian ilmiahnya telah menunujukan sifat-sifat tertentu yang tampaknya penting untuk kepemimpinan efektif. Sifat-sifat tersebut adlah sebagai berikut: 1.Kemampuan dalam keduduknnya sebagai pengawas atau pelaksanaan fungsi-fungsiu dasar manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan orang lain. 2.Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses. 3.Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif dan daya pikir. 4.Ketegasan (decisivennes), atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat. 5.Kepercayaan diri, atau terhadap dirinya sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah. 6.Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru. Pendekatan Perilaku Kepemimpinan Pendekatan-pendekatan kesifatan dalam kenyataanya tidak dapat menjelaskan apa yang menyebabkan kepemimpinan efektif. Oleh sebab itu pendekatan perilaku tidak lagi mencoba mencvari jawab sifat-sifat pemimpin, tetapi mencoba untuk menentukan apa yang di lakukan oleh pra pemimpin efektif- bagaiman mereka medelegasikan tugas, bagaimabna mereka berkomunikasi dengan dan memotivasi bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan tugas-tugas dan sebagainya. Tidak seperti sifat-sifat, bagaimanapun juga perilaku dapat di pelajari dan di kembangkan. Sehingga individi-individu dapat di latih dengan perilaku kepemimpinan yang tepat agar mampu memimpin lebih efektif. MANAJEMEN KONFLIK KONFLIK DAN DEFENISINYA Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masingmasing. Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan. Emotional conflicts terjadi akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes). TINGKAT KONFLIK (LEVELS OF CONFLICT) Konflik yang timbul dalam suatu lingkungan pekerjaan dapat dibagi dalam empat tingkatan: ! Konflik dalam diri individu itu sendiri Konflik dalam diri seseorang dapat timbul jika terjadi kasus overload jitu dimana ia dibebani dengan tanggung jawab pekerjaan yang terlalu banyak, dan dapat pula terjadi ketika dihadapkan kepada suatu titik dimana ia harus membuat keputusan yang melibatkan pemilihan alternatif yang terbaik. Perspektif di bawah ini mengidentifikasikan empat episode konflik, dikutip dari tulisan Thomas V. Banoma dan Gerald Zaltman dalam buku Psychology for Management: 1. Appriach-approach conflict, yaitu situasi dimana seseorang harus memilih salah satu di antara beberapa alternatif yang sarna baiknya. 2. Avoidance-avoidance conflict, yaitu keadaan dimana seseorang terpaksa memilih salah satu di antara beberapa alternatif tujuan yang sama buruknya. 3. Approach-avoidance conflict, merupakan suatu situasi dimana seseorang terdorong oleh keinginan yang kuat untuk mencapai satu tujuan, tetapi di sisi lain secara simultan selalu terhalang dari tujuan tersebut oleh aspek-aspek tidak menguntungkan yang tidak bisa lepas dari proses pencapaian tujuan itu sendiri. 4. Multiple aproach-avoidance conflict, yaitu suatu situasi dimana seseorang terpaksa dihadapkan pada kasus kombinasi ganda dari approach-avoidance conflict. ! Konflik interpersonal, yang merupakan konflik antara satu individual dengan individual yang lain. Konflik interpersonal dapat berbentuk substantive maupun emotional, bahkan merupakan kasus utama dari konflik yang dihadapi oleh para manajer dalam hal hubungan interpersonal sebagai bagian dari tugas manajerial itu sendiri ! Konflik intergrup Konflik intergrup merupakan hal yang tidak asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini meyebabkan sulitnya koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan dengan tugas-tugas dan pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan integrup harus di-manage sebaik mungkin untuk mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua konsekuensidisfungsional dari setiap konflik yang mungkin timbul. ! Konflik interorganisasi Konflik ini sering dikaitkan dengan persaingan yang timbul di antara perusahaan-perusahaan swasta. Konflik interorganisasi sebenarnya berkaitan © 2003 Digitized by USU digital library 3 dengan isu yang lebih besar lagi, contohnya persetisihan antara serikat buruh dengan perusahaan. Dalam setiap kasus, potensi terjadinya konflik melibatkan individual yang mewakili organisasi secara keseluruhan, bukan hanya subunit internal atau group. KONFLIK SEBAGAI SUATU PROSES Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum berakhir. Ada banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara lainsebagai berikut : 1. Antecedent Conditions or latent Conflict Merupakan kondisi yang berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang tindakan agresi dapat mengawali proses konflik. 2. Atecedent conditions dapat tidak terlihat, tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu mengawali proses suatu konflik. Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agar produksi ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak. Namun demikian, konflik belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi keinginannya masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi. 2. Perceived Conflict Agar konflik dapat berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun tidak disadari sebagai ancaman. Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang mendesak, bukanya konflik yang akan muncul melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan, proses konflik itu akan cenderung berlanjut. 3. Felt Conflict Persepsi berkaitan erat dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut, maupun kegusaran akan bertambah. Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk mengatasi situasi dan ancaman tersebut. 4. Manifest Conflit Persepsi dan perasaan menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini; argumentasi, tindakan agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah yang konstruktif. 5. Conflict Resolution or Suppression Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang mengakhiri konflik tersebut. Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression) dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua beJah pihak menghindari terjadintya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja © 2003 Digitized by USU digital library ketika terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak berhasil mengalahkan pihak yang lain. 6. Conflict Alternatif Ketika konflik terselesaikan, tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimasik konflik-konflik yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang potensial untuk episode konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah semakin jauh akibat terjadinya konflik. PENYEBAB TERJADINYA KONFLlK Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah. Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu karateristik individual, beberapa kondisi umum yang muncul diantara orang-orang dan group, serta desain dan struktur organisasi itu sendiri. KARAKTERISTIK INDIVIDUAL Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat melibatkan seseorang dalam konflik. ! Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs) Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan predisposisi untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik. Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan di antara individual dan group dalam suatu organisasi. Sebagai contoh, ketua serikat pekerja cenderung untuk memiliki nilainilai yang berbeda dengan para manager. Di satu sisi ketua serikat pekerja mengutamakan kesejahteraan tenaga kerja, sedangkan di sisi yang lain manager memandang maksimalisasi profit sebagai prioritas utama. Nilai juga bisa menjadi alasan kenapa orang tertarik untuk bergabung dalam suatu struktur organisasi tertentu. Orang-orang yang bekerja dalam susunan organisasi yang birokrasi memiliki sikap yang berbeda dengan orang yang bekerja dalam struktur organisasi yang dinamis. Dalam organisasi birokrat, orang-orang cenderung memiliki toleransi yang rendah terhadap keterbukaan interprestasi, individualisme, dan nilai-nilai profesional. Mereka cenderung tidak suka berhadapan dengan informasi vang kompleks serta menilai otoritas hierarki dan kekuasaan berdasarkan posisi dalam organisasi. ! Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality) Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi. Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih penting, sehingga hat ini tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi tersebut. ! Perbedaan Persepsi (Persptual Differences) Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik. Misalnya saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut. Di satu sisi, ia juga nganggap kita tidak © 2003 Digitized by USU digital library 5 bersahabat, sehingga potensial terjadinya konflik muncul dengan sendirinya. Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah, misalnya dengan menstereotype orang lain atau mengajukan tuduhan fundamental yang salah. Perbedaan perstual sering di dalam situasi yang samar. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong persepsi untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi tersebut. FAKTOR SITUASI ! Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to Interact) Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat. ! Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus) Ada banyak hal di mana para manager dari departemen yang berbeda harus memiliki persetujuan bersama, hal ini menolong menekan konflik tingkat minimum. Tetapi banyak pula hal dimana tiap-tiap departemen harus melakukan konsensus bersama. Karena demikian banyak pihak yang terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses menuju tercapainya konsensus seringkali didahului dengan munculnya konflik. Sampai setiap manager departemen yang terlibat setuju, banyak kesulitan yang akan muncul. ! Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One Party to Another) Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, lak yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul. ! Perbedaan Status (Status Differences) Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik dapat muncul. Sebagai contoh dalam bisnis konstruksi, para insinyur secara tipikal sering menolak ide-ide inovatif yang diajukan oleh diajukan oleh juru gambar (Draftsmen) karena meraka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih rendah, sehingga tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses desain suatu konstruksi. ! Rintangan Komunikasi (Communication Barriers) Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh, informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini dapat memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih sedikit. ! Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous tesponsibilites and Jurisdictions) Orang-orang dengan jabatan dan tanggung ajwab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, departemen penjualan terkadang menemukan dan © 2003 Digitized by USU digital library 6 memesan material di saat departemen produksi mengklaim bahwa hal tersebut tidak diperlukan. Bagian produksi kemudian akan menuduh departemen penjualan melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflik pun muncul tak henti-hentinya. Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi permintaan pasar, hilangnya pelanggan, bahkan mogok kerja. PENUTUP Secara sederhana dapat dikatakan bahwa manager sudah seharusnya memiliki keterampilan komunikasi dan penanganan konflik yang tentunya dapat membantu mereka mengimplementasikan keputusan-keputusan untuk mendukung proses pencapaian tujuan suatu organsiasi. Untuk dapat mencapai hal ini, manager harus dapat mengenali hambatan-hambatan yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi yang dapat memacu terjadinya konflik. Keterampilankomunikasi yang baik dapat mengklarifikasi konflik yang timbul serta dapat memperkecil konsekuensi negatif dari konflik itu sendiri terhadap individual dan organsiasi. Manager dituntut untuk memahami akar dari sebuah konflik, mendiagnosis situasi konflik untuk dapat menemukan substansi spesifik dan perbedaan emosional lainnya yang mendasari terjadinya konflik tersebut sehingga dapat ditemukan sebabsebab dari perbedaan ini. Orang menangani konflik dengan berbagai cara, tetapi hanya pendekatan penyelesaian masalah yang dapat menghasilkan resolusi konflik yang murni. Berbagai strategi manajer konflik harus diketahui oleh seorang manager, sehingga dapat diputuskan strategi mana yang cocok untuk berbagai macam konflik yang dihadapi. Pada akhirnya, hubungan interpersonal seorang manager menghadirkan kesempatan untuk meningkatkan atau malah mengurangi kesuksesannya dalam menangani konflik. Terlatihnya seorang manager dalam komunikasi dan proses konflik akan menempatkan posisinya sebagai salah satu titik yang paling penting dalam kesuksesan suatu organisasi atau perusahaan. PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI Kekuatan-Kekuatan Eksternal Walupun sulit menyamaratakan kekuatan-kekuatan penyebab perubahan eksternal, dalam kenyataaan ada banyak kekuatan eksternal yang sangat memepengaruhi perubahan organisasi, denbgan organisasi mempunyai sedikit kemampuan untuk sedikit mengendalikan kekuatan-kekuatan tersebut. Organisasi bergantung dan harus berinteraksi dengan lingkungan eksternal bila ingin kelangsungan hidupnya terjaga. Perubahan organisasi terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam berbagai variabel eksternal, seperti system politik, ekonomi, tehnologi pasar, dan nilai-nilai. Beberapa tipe khusu kekuatan eksternal penyebaba perubahan dapat di jabarkan berikut 1) kenaikan biaya dan kelangkaan berbagai sumber daya alam, keamanan karyawan dan peraturan-peraturan anti-polusi, boikot pelanggan, tingkat pewndididkan yang lebih tinggi dalam pasar tenaga kerja, tingkat bunga yang tinggi- adalah beberapa contoh factor-faktror lingkungan yang merubah kehidupanm orang baik sebagai karyawan maupun sebagai langganan dalam tahun terakhir ini. Berbagai kekuatan eksternal, dari kemajuan tehnologi sampai kegiatan-kegiatan persaingan dan perubahan pola kehidupan, dapat menekan organisasi untuk mengubah tujuan. Kekuatan-Kekuatan Internal Tekanan-tekanan untuk perubahan dapat juga dating dari dalam organisasi. Kekuatan-kekuatan perubahan internal ini merupakan hasil dari factor-faktor seperti tujuan , strategi, kebijalsanaan manajemenrial dan tehnologi, serta sikap dan perilaku para karyawan. Sebagai contoh, keputusan manajer puncak untuk mengganti tujuan dari pertumbuhan jangka panjang menjadi pencapaian laba jangka pendek akan mempengaruhi berbagsi tujuan banyak departement dan bahkan mungkin memerlukan reororganisasi. Pengenalan perlatan robomatik atau bahkan sekarang robot-robot untuk melaksanakan pekerjaan yang sebelumnya di lakukan oleh manusia akan menyeabakan perubahan dalam layout dan pekerjaan rutin. Kekuatan eksternal dan internal penyebab perubahan adalah sering saling berhubungan. Hubungan ini terutama merupakan hasil perubahan-perubahan dalam nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi orang dalam system. Ortang-orang dengan berbagai sikap baru memasuki oraganisasi sdanb menyebabkan perubahan dari dalam. Sebagai contoh, banyakperubahan-perubahan-seperti program-program perluasan lapangan kerja dan kecenderungan menuju partisipasi bawahan yang lebih besar dalam pembuatan keputusan, kesamaan, perlakuan terhadap tenaga kerja wanita, keaman kerja, kesempatan jabatan yang sama dan perhatian terhadap polusi- menunjukan tanggapan-tanggapan kepada kpada perubahan sikap orang-orang terhadap wewenang dan penghargaan terhadap kepuasan kerja. Cara-Cara Penangganan Perubahan Ada dua pendekatan utama penanganan perubahan dlam organisasi yang dapat di gunakan para manajer. Pertama adalah proses perubahan reaktif, di mana manajemn bereaksi atas tanda-tanda bahwa perubahan di butuhkan, pelaksanaan sedikit modifikasi demi untuk menanggani masalah-masalah tertentu yang timbul. Kedua, manajemen mengembangkan suatu program perubahan yang di rencanakan (planed change), yang sering di sebut sebagai proses proaktif, melalui pelaksanaan berbagai investasi waktu, dan sumber daya lainnya yang bearti untuk mengubah cara-cara operasi organisasi. Pendekatan pertama- yang lebih sederhana dan lebih murah dibanding pendekatan kedua- di perlukan manajer dalam pemecahan masalah sederhana dan penyesuaian hari ke hari yang integral dengan jabatannya. Pendekatan kedua, program perubahan yang di rencanakan menyangkut kegiatan-kegiatan yang di sengaja untuk mengubah statusquo. Thomas dan Bennis mendefinisikan perubahan yang di rencanakan sebagai perancangan dan implementasi inovasi structural, kebijaksanaan baru dan tujuan baru atau suatu perubahan dalam filsafat. Peranan Pengantar Perubahan Pengantar perubahan (change agent) adalah individu yang bertangung jawab atas peranan kepemimpinan daalm proses pengelolaan perubahan. Individu, kelompok atau organisasi yang merupakan sasaran perubahan di sebut sistem klien. Pengantar perubahan dapat berasal dari para anggota organisasi atau dapat sebagai konsultan dari luar organisasi. Program-program perubahan yang kompleks dan jangka panjang biasanya memerlukan pengantar perubahan dari luar, mungkin karena keterampilan atau keahlian khusus t\yang di perlukan atau agar tidak mengganggu operasi harian. Penolakan Terhadap Perubahan Bila perubahan terjadi, para manajer dan karyawan akan bereaksi baik secara positif ataupun negative. Berbagai reaksi khas terhadap perubahan adalah sebagai berikut 1. Orang mungkin menyangkal bahwa perubahan sedang terjadi. 2.Orang mungkin mengabaikan perubahan. 3.Orang mungkin menolak perubahan. 4.Orang mungkin menerima perubahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut 5.Orang juga mungkin mengantisipasi perubahan dan merencanakannya. Mananjer dan karyawan akan cenderung mendukung perubahan bila mereka di arahkan pada penyebab nyata masalah, di mana hal ini merupakan suatu penyelesaian efektif, dan tidak mempengaruhi mereka secara merugikan. Di samping itu, tanggapan netral- sikap “wait and see”- juga merupakan tanggapan karyawan yang paling sering di lakukan. Bagaimanapun juga, hambatan utama implementasi kebijaksanaan, tujuan atau metode operasi baru penolakan terhadap anggota organisasi terhasdap perubahan (resistance to change). Petunjuk tentang seberapa kuat penolakan dapat terjadi sering di perlukan bagi keberhasilan program-program perubahan, walaupun kemungkinan terjadinya kecil. Ada tiga sumber umum penolakan terhadap perubahan: 1.Ketidakpastian tentang akibat dan pengaruh perubahan. 2.Ketidakterseddiaan untuk melepaskan keuntungan-keuntungan yang ada 3.Pengetahuan akan kelemahan-kelemahan dadlam perubahan yang di ususlkan. Penanggulangan Penolakan Terhadap Perubahan Penolakan terhasdap usulan perubahan merupakan suatu petunjuk bagi manajer bahwa ada sesuatu yang salah dengan usulan atau kesalahan yang di buat dalam penyajiaanya. Oleh karena itu, manajer harus menentukan sebab-sebab nyata penolakan dan kemudian mengatasinya dengan cara-cara yang tepat atau sesuai. Kotter dan Schlesingger mengemukakan enam cara penangulangan penolakan terhadap perubahan. Tehnik-tehnik ini (sangat bergantung pada situasi) 1.Pemdidikan dan komunikasi. 2.Partisipasi dan komunikasi 3.Kemudahan dan dukungan. 4.Negoisasi dan persetujuan 5Manipulasi dan “bekerja sama” 6.Pelaksanaan dan implicit. Prorses Pengelolaan Perubahan Manajemen perubahan memerlulkan pengunaan berbagai proses sistematik yang dapat di perinci menjadi tahapan-tahapan atau subub proses. Banyak model di gunakan untuk proses ini, tetapi yang paling logic dan terkenal adalah penekenan pengantar perubahan. Pengantar perubahan (change agent) adalah induvidu, biasanya dari satuan luar satuan kerja atau organisasi yang sedang di ubah, yang mengambil peranan kepemimpinan dalam pemrakarsan proses perubahan. Proses pengelolaaan perubahan harus mencakup dua gagasan dasar bila perubahan adalah mengarah pada efetivitas organisasi. Pertama., ada redistribusi ini di hasilkan dari proses perubahan yang bersifat pengembangan. Berbagai Pendekatan Proses Perubahan Dalam Organiasi Bila manajemn merencanakan suatu perubahan, maka harus memutuskan unsure-unsure apa saja yang ada dalam organisasi yang akan di ubah. Harold J.Leavit menyatakan bahwa organisasi dapat di ubah melalui pengubahan struktur, tehnologi dan atau orang-orangnya. Pengubahn struktur organisasi menyangkut modifikasi dan pengaturan kembali berbagai sistem internal, seperti hubungan-hubungan tangung jawab-wewenang, system komunikasi, aliran kerja, aliran kerja, ukuran dan komposisi kelompok kerja atau hieraerki manajerial. Pengubahan tehnologi informasi berarti pengubahan atau modifikasi factor-faktor untuk mencapai suatu tujuan terentu.
sumber : http://controlroom1.blogspot.com/2009/12/makalah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar